Dalam beberapa pekan terakhir ini, berbagai daerah Indonesia dilaporkan
mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) Difteri yang sudah tidak pernah muncul lagi
di Indonesia.
Melihat kasus ini, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bersama
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam
Indonesia (PAPDI) menyatakan keprihatinan.
Dua organisasi profesi ini menekankan agar seluruh masyarakat terutama
orangtua untuk membawa anaknya guna mendapat imunisasi tambahan dan status
imunisasi semua anak di luar wilayah ORI lengkap sesuai usia untuk
menanggulangi Kejadian Luar Biasa Difteri. Difteri adalah penyakit sangat menular yang dapat menyebabkan kematian
dengan cepat.
Outbreak
Response Immunization (ORI) merupakan upaya tambahan untuk menciptakan
kekebalan
komunitas agar masyarakat terutama anak-anak di daerah ORI terhindar dari
penyakit difteri
yang berbahaya dan sangat menular.
Syarat tercapainya kekebalan komunitas adalah cakupan imunisasi di suatu daerah harus tinggi terus menerus.
Untuk memenuhi
syarat kekebalan komunitas ini, seharusnya pelaksanaan imunisasi selalu
ditargetkan 100 %.
Hal ini berarti
semua anak di wilayah ORI mendapat imunisasi tambahan, dan status imunisasi
semua anak di luar wilayah ORI lengkap sesuai usia.
IDI melihat
bahwa permasalahan ini muncul disebabkan cakupan imunisasi belum merata dan belum sesuai
target, masih ada pendapat yang keliru dalam masyarakat mengenai imunisasi, serta
kekhawatiran masyarakat terkait efektivitas dan keamanan vaksin bagi anak.
Riset Kesehatan
Dasar tahun 2013 melaporkan alasan tidak imunisasi adalah karena keluarga tidak
mengijinkan, takut anak menjadi panas/demam, anak sering sakit sehingga tidak
dibawa ke tempat imunisasi, tidak tahu tempat imunisasi, tempat imunisasi jauh,
serta sibuk/repot. Masih ada pula kelompok yang menentang pelaksanaan imunisasi
dengan berbagai alasan.
Pada 11 Desember 2017, telah dimulai rangkaian kegiatan Outbreak Response
Immunization (ORI) sebagai upaya penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)
Difteri yang pada bulan November 2017 telah diketahui terjadi di 23 propinsi di
Indonesia.
Kegiatan ini wajib diikuti oleh anak usia 1 tahun sampai kurang dari 19
tahun yang tinggal di daerah KLB, sementara bagi anak-anak dan orang dewasa
yang tinggal di luar wilayah KLB diharapkan melengkapi status imunisasi difteri
sesuai usia.
Hingga saat ini, 38 anak Indonesia dinyatakan meninggal karena terserang
penyakit difteri dan lebih 600 anak dirawat di rumah sakit karena terserang difteri di 120
kota/kabupaten.
Mereka umumnya tidak pernah atau tidak lengkap imunisasi anti difterinya.
Imunisasi DPT, DT, dan Td rutin dilakukan di seluruh negara tiap hari kerja,
karena terbukti bermanfaat dan aman disimpulkan oleh penelitian kelompok pakar di semua negara.
Pasien-pasien yang sakit difteri ketika dilihat catatan di KMS/kartu
catatan imunisasi atau buku KIA 70-80 persen DPT, DT, Td tidak lengkap. Yang disebut lengkap bila
sampai 2 tahun imunisasi DPT 4 kali.
Sampai umur 5 thn DPT 5 kali. Sampai umur kurang dari19 tahun DPT+DT+Td
total 8 kali.
Umumnya sampai usia sekolah imunisasi DPT hanya 3-4 kali. Itu sebabnya
KLB Difteri banyak terjadi pada umur sekitar 5-10 thn.
Untuk kepastian imunisasi DPT lengkap, lihat catatan di kartu imunisasi, KMS atau buku KIA.
Karena itu IDAI berharap program imunisasi mesti digalakkan karena sudah
terbukti manfaatnya dan agar gar semua pihak mendukung pelaksanaan imunisasi
dan menghentikan aktivitas anti vaksin.
Baca Juga :
- Apa itu gangguan pencernaan?
- Awas!! Jangan Sepelekan Asam Lambung Tinggi
- Cara Mudah Membedakan Nyeri Pinggang dan Sakit Ginjal
- Cegah Stoke dan Serangan Jantung Dengan Buah Ini
- Diet Tidak Konsisten, Ini Efeknya!!!
- Difteri Mewabah, Begini Saran PB IDI dan IDAI untuk Menanggulanginya!!!
- Hati-hati!! Ini beberapa faktor yang membuat Jantung Berhenti Berdetak!!
- INFO HIDUP SEHAT 4 Cara Ampuh Hilangkan Nyeri Tengkuk
- Ini 8 Resolusi Paling Sehat untuk Tahun Baru 2018!!!
- Ini Penjelasan Ilmiah Soal Kerokan
- Jangan Biarkan Insomnia Menyerang, Efeknya Mengerikan!
Pelaksanaan imunisasi ini wajib, ada di Undang-undang Kesehatan,
Undang-undang Perlindungan Anak, dan Permenkes.
Jadi semua pihak wajib ikut mendukung dan tidak ada yang boleh bahkan
dengan aktif mengusung anti vaksin.
Hal ini harus menjadi tanggung jawab semua pihak. Dalam kesempatan yang
sama, PAPDI juga mengingatkan kembali perlunya imunisasi ulangan pada orang
dewasa untuk mencegah DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus).
Imunisasi ulangan perlu dilakukan setiap 10 tahun sekali. Orang dewasa
kelompok risiko tinggi kontak dengan anak yang terinfeksi dengan Difteri
seperti pertugas poliklinik dan perawatan Inap anak, petugas poliklinik dan
perawatan Inap THT, petugas gawat darurat, guru atau pendamping anak, dan
anggota Keluarga anak yang terinfeksi difteri dianjurkan untuk menjalani
imunisasi Tdap atau Td.
Imunisasi Tdap pada Ibu hamil dilakukan pada usia kehamilan trisemester
dua dan tiga.
Apabila terdapat keraguan, berdiskusilah dengan dokter spesialis anak
atau petugas
kesehatan terdekat.
Jangan menghindar dari program imunisasi anak sekolah. Perlindungan
terhadap penyakit menular harus terus menerus diperbarui tiap jangka waktu
tertentu, sehingga memang anak sekolah perlu mendapat imunisasi ulangan.
Rekomendasi terbaru jadwal imunisasi IDAI mencakup imunisasi ulangan,
sudah terbit awal tahun ini.
Informasi lebih lanjut mengenai Ikatan Dokter Indonesia dapat diakses di www.idionline.org atau melalui akun media
sosial: @pbidi (Twitter), PB Ikatan Dokter Indonesia (Facebook), dan @ikatandokterindonesia
(Instagram).
No comments:
Post a Comment